KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR KEP - 58/BC/1997
TENTANG
PATROLI BEA DAN CUKAI
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka upaya pengamanan hak-hak negara dan agar dipatuhinya peraturan perundang-
undangan yang berlaku dipandang perlu untuk melaksanakan patroli yang efektif dan efisien serta
tidak menghambat kelancaran arus sarana pengangkut, barang, perjalanan penumpang, awak kapal,
dan orang.
b. bahwa pelaksanaan patroli dimaksud, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612); dan semua peraturan
pelaksanaannya;
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3613); dan semua peraturan
pelaksanaannya;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1996 Tentang Penindakan di Bidang Kepabeanan (Lembaran
Negara Tahun 1996 Nomor 36 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3626); dan semua
peraturan pelaksanaannya;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi di Bidang
Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996
Nomor 3627); dan semua peraturan pelaksanaannya;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Cukai (Lembaran Negara
Tahun 1996 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3628); dan semua peraturan
pelaksanaannya;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi di Bidang Cukai
(Lembaran Negara Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3629) dan semua
peraturan Pelaksanaannya;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara
Tahun 1996 Nomor 50 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 3638); dan semua peraturan
pelaksanaannya;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan
dan Cukai (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 85 Tambahan Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor
3651); dan semua peraturan pelaksanaannya;
9. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 323 /KMK.05/1995 tentang Pelaksanaan
Penindakan di Bidang Cukai;
10. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 30/KMK.05/1997 tentang Tata Laksana
Penindakan di Bidang Kepabeanan;
11. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 92/KMK.05/1997 tentang Pelaksanaan
Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PATROLI BEA DAN CUKAI.
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Patroli Bea dan Cukai adalah patroli yang dilaksanakan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai di laut, di
darat, dan di udara untuk pencegahan, penindakan, dan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan
perundang-undangan kepabeanan dan cukai serta tujuan lain berdasarkan ketentuan yang berlaku.
2. Kapal Patroli adalah kapal laut dan kapal udara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang digunakan
oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai dalam melakukan patroli Bea dan Cukai.
3. Kendaraan Patroli adalah kendaraan darat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang digunakan oleh
Satuan Tugas Bea dan Cukai dalam melakukan patroli Bea dan Cukai.
4. Kapal Laut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun,
yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk kendaraan yang
berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung, dan bangunan
terapung yang tidak berpindah-pindah.
5. Kapal Udara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah pesawat udara, pesawat terbang, dan
helikopter.
6. Satuan Tugas Bea dan Cukai adalah sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pejabat Bea dan Cukai yang
mendapat tugas untuk melakukan patroli.
7. Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai adalah unit pelaksana tehnis Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai dan tempat pengelolaan sarana operasi Bea dan Cukai.
8. Komandan Patroli adalah Pejabat Bea dan Cukai atau Nahkoda kapal atau Kapten Pilot yang ditunjuk
untuk memimpin patroli.
Pasal 2
(1). Kapal Patroli ditempatkan pada Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai berdasarkan kebutuhan.
(2). Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat
yang ditunjuk.
(3). Penempatan Kapal patroli dalam rangka perbantuan di Kantor Bea dan Cukai berdasarkan Surat
Perintah Patroli atau Surat Perintah Berlayar/Terbang oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang.
(4). Kapal Patroli yang ditempatkan pada Kantor Bea dan Cukai sebagai inventaris Kantor Bea dan Cukai
yang bersangkutan ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk.
(5) Kendaraan patroli di darat ditetapkan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai.
Pasal 3
(1). Patroli Bea dan Cukai dilaksanakan:
a. di laut, meliputi seluruh wilayah perairan Indonesia, laut wilayah/zona tambahan, zona
ekonomi ekslusif, landas kontinen terutama pada pulau-pulau buatan, instalasiinstalasi, dan
bangunan-bangunan lainnya, dan selat yang digunakan untuk pelayaran internasional;
b. di udara, meliputi seluruh ruang udara di atas wilayah daratan dan perairan Republik
Indonesia; dan
c. di darat, meliputi seluruh wilayah darat Republik Indonesia di luar Kawasan Pabean.
Pasal 4
(1). Patroli Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan pelaksanaan tugas dalam
rangka:
a. penindakan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 30/KMK.05/1997
tentang Tata Laksana Penindakan di Bidang Kepabeanan dan peraturan pelaksanaannya;
b. penindakan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 323/KMK.05/1996
tanggal 1 Mei 1996 tentang Pelaksanaan Penindakan di Bidang Cukai.
c. pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai serta
peraturan perundang-undangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat
Jenderal; atau
d. penyelidikan sebagai tindak lanjut dari penyidikan.
(2). Patroli Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan berdasarkan rencana
setiap tahun anggaran.
(3). Patroli Bea dan Cukai di udara dilaksanakan untuk membantu Patroli Bea dan Cukai di laut dan di
darat, pemantauan, dan uji terbang (flight test/route check/nafigational check).
Pasal 5
(1). Patroli dilaksanakan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai yang terdiri dari Komandan Patroli, seorang
wakil komandan patroli, dan awak kapal sebagai anggota.
(2). Satuan Tugas Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang menerbitkan Surat Perintah berdasarkan Pasal 7 ayat (2).
(3). Anggota Satuan Tugas Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diantaranya seorang
Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(4). Wakil Komandan Patroli sekurang-kurangnya memiliki kualifikasi tehnis Kepabeanan DPT II atau yang
sederajat.
Pasal 6
Atas perintah Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk, Satuan Tugas Bea dan Cukai:
a. melaksanakan patroli bersama dengan Administrasi Pabean negara lainnya;
b. ikut serta dalam Patroli Keamanan Laut (Kamla) berdasarkan permintaan Badan Koordinasi
Keamanan Laut (Bakorkamla);
c. membantu instansi penegak hukum lainnya berdasarkan permintaan instansi terkait atas dasar Nota
Persepahaman;
d. ikut serta dalam kegiatan Search and Rescue (SAR) berdasarkan permintaan Badan SAR Nasional/
Daerah; atau
e. ikut serta melaksanakan Pertahanan Keamana n Negara dan pengamanan Pejabat Negara
berdasarkan perintah Menteri Pertahanan keamanan/Panglima ABRI atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 7
(1). Pelaksanaan Patroli Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf c dan Pasal 6 huruf a sampai dengan huruf d berdasarkan Surat Perintah yang
diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang.
(2). Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang menerbitkan Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ialah:
a. Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk;
b. Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menangani
Pencegahan Penindakan dan Penyidikan atau Pejabat yang ditunjuk;
c. Kepala Kantor Wilayah;
d. Pejabat Eselon III pada Kantor Wilayah yang menangani Pencegahan Penindakan dan
Penyidikan atau Pejabat yang ditunjuk; atau
e. Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk.
(3). Pelaksanaan Patroli Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 6 huruf e
berdasarkan Surat Perintah yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 8
(1). Surat Perintah untuk melaksanakan Patroli Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) dan ayat (3) memuat tentang:
a. nomor Surat Perintah;
b. dasar dan pertimbangan pemberian perintah;
c. nama, pangkat, dan NIP Pejabat Bea dan Cukai yang diberi perintah;
d. perintah yang harus dilaksanakan;
e. tempat dimana tugas dilaksanakan;
f. jangka waktu penugasan;
g. sarana yang digunakan termasuk senjata api;
h. pakaian yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang diberi perintah;
i. kewajiban pelaporan hasil patroli;
j. tempat dan tanggal peneribitan Surat Perintah;
k. jabatan, tanda tangan, nama, dan NIP pejabat pemberi perintah serta cap dinas; dan
l. tembusan kepada pihak terkait apabila dianggap perlu.
(2). Bentuk Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti pada lampiran 1 dalam Keputusan
ini.
(3). Penatausahaan Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti yang diatur dalam Pasal
5 Keputusan Direktur Jenderal Nomor: KEP- 08/BC/1997 tanggal 30 Januari 1997 tentang Penghentian,
Pemeriksaan, dan Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang di atasnya serta Penghentian
Pembongkaran dan Penegahan Barang.
Pasal 9
(1). Kapal Patroli yang dipergunakan dalam rangka Patroli Bea dan Cukai wajib dilengkapi dengan Surat
Perintah Berlayar atau Surat Perintah Terbang yang dikeluarkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang
berwenang seperti pada lampiran 2 dan lampiran 3 Keputusan ini.
(2). Pejabat Bea dan Cukai yang bewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. Surat Perintah Berlayar dikeluarkan oleh:
1. Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk;
2. Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
menangani Pencegahan Penindakan dan Penyidikan atau Pejabat yang ditunjuk;
3. Kepala Kantor Wilayah;
4. Pejabat Eselon III pada Kantor Wilayah yang menangani Pencegahan Penindakan
dan Penyidikan atau Pejabat yang ditunjuk; atau
5. Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuk.
b. Surat Perintah Terbang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat
yang ditunjuk.
(3). Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi nomor urut dari Buku Surat Perintah
Berlayar/Terbang yang bentuk dan isinya seperti pada lampiran 4 Keputusan ini.
Pasal 10
(1). Kapal Patroli yang dipergunakan dalam rangka Patroli Bea dan Cukai harus memenuhi syarat
kelaiklautan/kelaikan udara.
(2). Pernyataan kelaikan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang.
(3). Kelaiklautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi
Bea dan Cukai :
a. setelah mendapat laporan dari Pejabat Bea dan Cukai yang bertanggung jawab mengenai
nautika, teknik kapal, penginderaan dan telekomunikasi; dan
b. bahwa kapal patroli untuk di laut memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam SOLAS
(Save of Live at Sea) sebagaimana yang diatur dalam Protokol SOLAS 1978 yang dikeluarkan
oleh IMO (International Maritime Organisation).
(4) Pejabat Bea dan Cukai yang bertanggung jawab mengenai nautika, teknik kapal, penginderaan, dan
telekomunikasi sebelum menyampaikan laporan kepada Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan
Cukai terlebih dahulu wajib melakukan persiapan dan pengujian fungsi peralatan/perlengkapan kapal
patroli.
(5) Persiapan dan pengujian fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi :
a. alat/perlengkapan keselamatan di laut oleh petugas nautika kapal patroli;
b. mesin induk, mesin bantu dan listrik kapal oleh petugas teknik kapal patroli;
c. alat radar, Global Position System (GPS), dan Echo Sounder oleh petugas penginderaan
kapal patroli;
d. sarana radio komunikasi oleh petugas telekomunikasi kapal patroli.
Pasal 11
(1). Sebelum keberangkatan Kapal Patroli, Pejabat Bea dan Cukai yang bertanggung jawab mengenai
perbekalan kapal wajib mempersiapkan kebutuhan kapal patroli.
(2). Penatausahaan kebutuhan/perbekalan kapal patroli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara tertib dan dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 12
(1). Kapal patroli yang dipergunakan dalam patroli Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api
dinas.
(2). Penempatan senjata api dinas pada Kapal Patroli wajib dicantumkan dalam Surat Perintah Berlayar/
Terbang.
(3). Penempatan senjata api sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci mengenai jumlah, jenis, merk,
tipe, dan ukuran/kaliber serta jumlah munisi untuk masing- masing jenis serta nama-nama petugas
yang bertanggung jawab untuk tiap-tiap senjata api dinas seperti pada lampiran 5 Keputusan ini.
Pasal 13
(1). Selama melaksanakan patroli, Komandan Patroli wajib melaporkan posisi dan kegiatannya dalam
waktu tertentu yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang memberi perintah.
(2). Komandan Patroli membuat catatan perjalanan dalam Jurnal Kapal seperti pada lampiran 6 atau
Jurnal Pesawat Terbang (Journey/Log) seperti pada lampiran 7 Keputusan ini.
(3). Atas setiap kerusakan Kapal Patroli, Komandan Patroli wajib mencantumkan dalam Jurnal Kapal dan
membuat Laporan berdasarkan Pasal 18 Keputusan ini.
Pasal 14
(1). Berdasarkan pertimbangan Nahkoda/Kapten Pilot Kapal Patroli karena alasan teknik atau cuaca
sehingga tidak dapat melanjutkan kegiatan patroli, sebelum kembali ke tempat pemberangkatan/
Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai wajib melaporkan kepada Pejabat penerbit Surat Perintah.
(2). Atas keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. dicantumkan dalam Jurnal Kapal.
b. Komandan Patroli Bea dan Cukai wajib membuat Laporan berdasarkan Pasal 18 Keputusan ini.
Pasal 15
(1). Dalam hal diperlukan pengejaran seketika (Hot Pursuit) karena diduga terjadi pelanggaran ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, Komandan Patroli segera melaporkan kepada Pejabat Penerbit
Surat Perintah.
(2). Atas kejadian sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. dicatat dalam Jurnal Kapal.
b. Komandan Patroli Bea dan Cukai wajib membuat Laporan berdasarkan Pasal 18 Keputusan ini.
Pasal 16
Pelaksanaan Patroli Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 6, Komandan Patroli wajib
membuat Laporan berdasarkan Pasal 18 Keputusan ini.
Pasal 17
(1). Dalam hal adanya ancaman/perlawanan sehingga membahayakan keselamatan kapal patroli dan
mengancam jiwa Satuan Tugas Bea dan Cukai, Komandan Patroli dapat memerintahkan dan
melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata api dan segera melaporkan kepada Pejabat
Penerbit Surat Perintah.
(2). Atas kejadian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komandan Patroli wajib membuat Laporan
berdasarkan Pasal 18 keputusan ini.
Pasal 18
(1). Bentuk dan isi Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), Pasal 14 ayat (2) huruf b,
Pasal 15 ayat (2) huruf b, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (2) seperti pada lampiran 8 Keputusan ini.
(2). Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanda tangani oleh Komandan Patroli dan diberi
nomor urut dari Buku Laporan Patroli seperti pada lampiran 9 Keputusan ini.
Pasal 19
Barang dan sarana pengangkut hasil patroli Bea dan Cukai serta pelaku pelanggaran diselesaikan berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
Pasal 20
Atas pelaksanaan Patroli Bea dan Cukai:
a. Kepala Kantor Bea dan Cukai wajib menyampaikan laporan bulanan kepada Kepala Kantor Wilayah;
dan
b. Kepala Kantor Wilayah wajib menyampaikan laporan bulanan kepada Direktur Jenderal u.p. Pejabat
Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menangani Pencegahan
Penindakan dan Penyidikan.
Pasal 21
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 03 Juni 1997
Direktur Jenderal
ttd.
Soehardjo
NIP. 060013988
Saturday, March 19, 2016
PATROLI BEA DAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Labels:
BEA DAN CUKAI
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment