-scale=1.0,minimum-scale=1.0,maximum-scale=1.0" : "width=1100"' name='viewport'/> Artikel Ekonomi: Dana Perimbangan, sumber Pendapatan Daerah Terbesar

Friday, March 25, 2016

Dana Perimbangan, sumber Pendapatan Daerah Terbesar

alah satu agenda reformasi yang dicita-citakan untuk dicapai adalah pemberian otonomi daerah yang seluas-luasnya. Untuk merealisasikan agenda tersebut pada tahun 1999 terbentuklah dua undang-undang yang dikenal dengan undang-undang Otonomi Daerah, yaitu UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kedua undang-undang ini selanjutnya disempurnakan dengan UU No.32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004. Otonomi daerah dimaksudkan sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Penyerahan wewenang ini lazim disebut dengan desentralisasi. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu juga diarahkan untuk meningkatkan daya saing daerah berdasarkan potensi yang dimiliki.
Penyelenggaran desentralisasi ini tentu saja memerlukan sumber pendanaan yang besar. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Sesuai pasal 5 UU No. 33 tahun 2004, sumber pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah. Penyerahan urusan dan pemberian sumber pendanaan dalam bentuk kebijakan perimbangan keuangan pada daerah otonom, pada hakekatnya ditujukan untuk memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dalam menyikapi aspirasi masyarakat dan prioritas daerah guna mempercepat upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat di daerah, serta secara lebih luas diharapkan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi daerah.
Kebijakan perimbangan keuangan atau ditekankan pada empat tujuan utama, yaitu: (a) memberikan sumber dana bagi daerah otonom untuk melaksanakan urusan yang diserahkan yang menjadi tanggungjawabnya; (b) mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah, (c) meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik dan mengurangi kesenjangan kesejahteraan dan pelayanan publik antar daerah; serta (d) meningkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas pengelolaan sumber daya daerah, khususnya sumber daya keuangan. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah. Selama kurun waktu lima tahun terakhir (2007-2011), jumlah dana perimbangan yang dialokasikan bagi daerah terus mengalami peningkatan, dimana jumlahnya mencapai rata-rata Rp272 triliun. Meskipun demikian, pemerintah mengakui kebijakan transfer ke daerah dalam mengurangi ketimpangan vertikal antara pusat dan daerah melalui DBH dan meminimalkan kesenjangan fiskal antar daerah melalui DAU dan DAK, masih menghadapi tantangan yang cukup berat dengan adanya alokasi dana penyesuaian tertentu yang belum sepenuhnya berdasarkan formula dan kriteria. Pemerintah tentunya terus berupaya untuk melakukan reformulasi kebijakan dana perimbangan setiap tahun sehingga diharapkan dapat mendukung kebutuhan pendanaan pembangunan, terutama bagi daerah-daerah marjinal. Alokasi Dana Perimbangan, 2007-2011 Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu (diolah) Lalu timbul pertanyaan, seberapa besar sebenarnya peran dana perimbangan ini bagi keuangan daerah? Jika kita melihat komposisi sumber pendapatan tiap daerah (kabupaten/kota), dana perimbangan ini mempunyai peran yang sangat vital.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2009-2011), proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah secara nasional mencapai rata-rata 73%. Dari angka tersebut jelaslah bahwa daerah masih tergantung pada dana perimbangan tersebut guna menjalankan berbagai program dan kegiatan pembangunannya. Pendapatan Daerah Nilai (Rp miliar) Pendapatan 2007 2008 2009 2010 2011 Share (%) PAD 35,546 64,746 67,457 71,852 87,674 17 Dana Perimbangan 208,674 276,101 281,285 292,281 302,264 73 Lain-lain Pendapatan Yang Sah 23,649 24,028 44,347 38,908 52,297 10 Total 267,869 364,875 393,089 403,041 442,235 100 Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu (diolah) Oleh karena merupakan komponen terbesar dalam alokasi transfer ke daerah, dana perimbangan memiliki peranan yang sangat penting bagi keuangan daerah, terutama dalam mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Pemerintah pun terus melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap mekanisme penyaluran transfer ke daerah.
Perbaikan mekanisme penyaluran anggaran transfer ke daerah tersebut terutama dimaksudkan untuk memperbaiki efektifitas dan efisiensi penyaluran, antara lain: (a) mempercepat penyaluran PBB Bagian Daerah yang sebelumnya dilaksanakan secara bulanan menjadi mingguan dan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui Bank Operasional III; (b) mempertegas penyaluran DBH Cukai Hasil Tembakau secara triwulanan; (c) mempercepat proses penyaluran DAK dari empat tahap menjadi tiga tahap. Secara normatif, instrumen dana perimbangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terdiri dari DBH, DAU, dan DAK. Namun, dalam praktik, selain ketiga dana tersebut, dikenal juga adanya dana Otonomi Khusus, yang khusus diperuntukkan bagi daerah yang berstatus Otonomi Khusus seperti Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi NAD, dan dana lainnya yang bersifat ad hoc. Jumlah alokasi dana yang ditransfer ke daerah dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Demikian pula total Dana Perimbangan konsisten bertambah selama periode 2007-2011. Dalam lima tahun, Total Dana Perimbangan telah meningkat sebesar 45%.
Hal ini sejalan dengan peningkatan Dana Alokasi Umum sebesar 42% selama 2007-2011 dan Dana Alokasi Khusus sebesar 36%. Dana Perimbangan Nilai (Rp miliar) Dana Perimbangan 2007 2008 2009 2010 2011 Dana Bagi Hasil 45,994 78,137 69,719 77,677 71,934 Dana Alokasi Umum 145,575 176,638 186,938 193,226 207,081 Dana Alokasi Khusus 17,105 21,327 24,628 21,378 23,250 Total 208,674 276,101 281,285 292,281 302,264 Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu (diolah) Secara umum, alokasi dana perimbangan masih merupakan sumber pendapatan daerah yang dominan dan merupakan komponen yang mewarnai kapasitas fiskal daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sehingga kajian terhadap efektifitas dan optimalisasi penggunaan dana perimbangan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan keuangan daerah, khususnya efektifitas belanja daerah. Dalam kerangka kebijakan otonomi daerah, maka terkait dengan efektifitas belanja daerah dapat menjadi salah satu tolok ukur utama terhadap keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri, terutama sejauh mana kebijakan desentralisasi yang dikelola oleh pemerintah daerah mampu mendorong tercapai tujuan nasional dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pelayanan umum di daerah.
Data menyebutkan bahwa total belanja meningkat sebesar 83% dari tahun 2007 sampai tahun 2011 yang kemungkinan besar disebabkan karena makin banyaknya jumlah daerah, disamping alasan logis bertambahnya kebutuhan pemerintah daerah. Belanja Daerah Nilai (Rp miliar) Jenis Belanja 2007 2008 2009 2010 2011 Belanja Pegawai 100,477 148,515 169,279 198,578 275,029 Belanja Barang Jasa 46,525 66,585 76,300 82,006 94,982 Belanja Modal 77,477 97,866 104,614 96,170 106,207 Belanja Lainnya 34,507 53,986 62,219 66,811 64,054 Total Belanja 258,986 366,951 412,413 443,565 474,135 Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu (diolah) Dari keempat-besar jenis belanja tersebut, Belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja lainnya meningkat dalam nilai yang relatif konstan, sementara belanja modal menurun sekitar 8%. Tahun 2011, sebagian besar belanja daerah digunakan untuk belanja pegawai, yakni sebesar 58%. Angka tersebut meningkat dibandingkan belanja pegawai tahun 2010 yang sebesar 45%.

No comments:

Post a Comment