-scale=1.0,minimum-scale=1.0,maximum-scale=1.0" : "width=1100"' name='viewport'/> Artikel Ekonomi

Tuesday, April 12, 2016

Manfaat Perdagangan Internasional Antar Negara

Manfaat Umum

Secara umum, perdagangan internasional dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
  1. Pemenuhan Kebutuhan – Dapat memenuhi kebutuhan akan barang-barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri. Beberapa faktor dapat mempengaruhi adanya perbedaan hasil produksi setiap negara, di antaranya adalah kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain sebagainya.
  2. Memperoleh keuntungan – Walaupun terkadang beberapa negara dapat memproduksi jenis barang yang sama, akan tetapi ada kalanya lebih baik jika negara tersebut mengimpor dari luar negeri. Seperti pada manfaat PBB untuk menjalin kerjasama, termasuk dibidang ekonomi yang menguntungkan.
  3. Memperluas pasar perdagangan – Ada kalanya para pengusaha akan merasa khawatir untuk memproduksi barang-barang dalam jumlah besar dengan kondisi pasar yang tidak memadai. Hal tersebut bisa mengakibatkan penurunan harga barang dan dapat menimbulkan kerugian. Manfaat perdagangan internasional, pengusaha tidak perlu khawatir untuk memproduksi barang secara maksimal, karena mereka dapat menjual produk mereka keluar negeri.
  4. Transfer teknologi modern – Manfaat perdagangan internasional juga dapat memungkinkan suatu negara untuk dapat belajar teknik dan manajemen produksi barang yang lebih efisien dan modern dari negara-negara lainnya. Termasuk manfaat internet yang membuka jalan untuk online shop.

    Manfaat dibidang Ekonomi

    Dalam bidang ekonomi, berbagai manfaat perdagangan internasional yang dapat kita rasakan diantaranya adalah :
    1. Memenuhi Kebutuhan dalam Negeri – Sebuah negara diibaratkan seperti seorang manusia, dimana ia membutuhkan orang lain untuk kelangsungan hidupnya. Dengan adanya suatu kerjasama dengan yang lain, maka hal tersebut akan dapat memenuhi kekurangan dalam dirinya. Seperti manfaat organisasi yang diajarkan dari sekolah, untuk menciptakan kerjasama tim.
    2. Menambah kemakmuran suatu negara – Perdagangan internasional dapat membantu menaikkan pendapatan suatu negara. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbal balik antar negara, dimana negara yang memiliki kelebihan produksi barang akan menjual produknya pada negara yang membutuhkan.
    3. Menambah lapangan pekerjaan – Manfaat perdagangan internasional dalam sebuah negara, dapat menambah jumlah produksi suatu barang yang nantinya dapat diekspor ke negara lain. Kenaikan produksi dapat berakibat pada bertambahnya kebutuhan tenaga kerja, sehingga akan memperluas kesempatan kerja.
    4. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi – Perdagangan internasional dapat berdampak pada minat produsen untuk meningkatkan mutu produknya. Persaingan dalam perdagangan internasional dapat mendorong negara-negara pengekspor agar nilai produknya memiliki keunggulan dari negara lainnya yaitu dengan manfaat ITyang digunakan.
    5. Pemasukan devisa negara – Banyak negara yang lebih mengandalkan sumber devisa yang berasal dari manfaat pajak maupun perdagangan internasional.
    6. Efisiensi produk – Perdagangan internasional dapat membantu sebuah negara untuk memenuhi kebutuhan akan suatu produk yang tidak dapat dihasilkan dalam negeri.

    Manfaat dibidang Sosial

    Dalam bidang sosial, manfaat perdagangan internasional diantaranya adalah :
    1. Dapat mencegah terjadinya krisis – Di samping memperoleh keuntungan financial, perdagangan internasional juga berfungsi dalam bidang. Sebagai contohnya adalah pada saat terjadi krisis pangan yang berdampak pada terjadinya krisis ekonomi, negara penghasil beras akan mengekspor ke negara yang terjadi krisis pangan tersebut.
    2. Mempererat hubungan antar negara – Sekarang ini telah banyak bermunculan perusahaan-perusahaan yang dimana beberapa sahamnya dimiliki oleh beberapa pengusaha yang berasal dari berbagai negara. Hal ini akan bermanfaat untuk mempererat hubungan antar negara.

    Manfaat dibidang Keamanan dan Politik

    Perdagangan internasional dapat memberikan manfaat diantaranya :
    1. Suatu negara yang akan mengembangkan senjata nuklir, dapat dikenakan sanksi ekonomi, yaitu dengan tidak diperbolehkan negara-negara lain untuk menjalin hubungan dagang dengan negara tersebut. Upaya seperti ini biasanya harus mendapat persetujuan PBB. Hal ini dilakukan untuk menciptakan keamanan global.
    2. Dengan adanya perdagangan internasional, suatu negara dapat mengimpor sitem persenjataan yang tidak dapat diproduksi di dalam negri.
    3. Mencegah perdagangan barang-barang ilegal seperti senjata gelap, obat-obatan terlarang, hewan langka, ternak yang membawa penyakit menular, dan sebagainya.
    4. Perdagangan internasional dapat mempererat hubungan politik antar negara sehingga dapat menjalin persahabatan antar negara.

Faktor Pendorong Terjadinya Perdagangan Internasional

Mengapa setiap negara baik negara yang sedang berkembang sampai negara yang telah maju melakukan perdagangan internasional? Untuk mengetahui jawabannya, Anda perlu mempelajari faktor-faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut.


Perbedaan Kekayaan Sumber Daya Alam
Mengapa perbedaan kekayaan sumber daya alam dapat menimbulkan perdagangan internasional? Bumi tempat kita berpijak ini terdiri atas berbagai negara yang memiliki sumber daya alam yang berbeda. Sumber daya alam merupakan faktor produksi negara. Maka, setiap negara dikata- kan memiliki keanekaragaman kondisi produksi. Perdagangan diperlukan karena adanya keanekaragaman kondisi produksi di setiap negara.

Misalnya, Negara Canada memproduksi ikan salmon sedangkan Negara Indonesia memproduksi hem batik. Kedua negara tersebut dapat melakukan pertukaran. Hal seperti inilah yang menjadi faktor pendorong perdagangan internasional.

Perbedaan Selera
Ternyata perbedaan selera pun dapat mengakibatkan timbulnya perdagangan internasional. Perhatikan! Negara A dan Negara B samasama menghasilkan daging sapi dan daging ayam dalam jumlah yang hampir sama. Namun, masyarakat Negara A tidak menyukai daging sapi sedangkan masyarakat Negara B tidak menyukai daging ayam. Apa yang terjadi? Dengan adanya perbedaan selera tersebut ternyata dapat terjadi ekspor yang menguntungkan di antara kedua negara. Negara A mengimpor daging ayam dan mengekspor daging sapi, sebaliknya negara B mengimpor daging sapi dan mengekspor daging ayam. Jadi, sekalipun kondisi produksi di semua daerah serupa, setiap Negara mungkin akan melakukan perdagangan jika selera mereka berbeda.

Perbedaan Iklim
Perdagangan internasional pun dapat terjadi akibat perbedaan iklim. Perbedaan iklim menyebabkan keterbatasan potensi sumber daya alam di setiap negara. Akibatnya, tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi atau diproduksi sendiri. Karena itu suatu negara memilih untuk mencukupi kebutuhannya dengan mengimpor ke negara lain. Sebagai contoh, rakyat Indonesia gemar mengonsumsi tahu-tempe yang selain murah juga bernilai gizi tinggi. Bahan baku tahu-tempe adalah kedelai. Padahal tanaman kedelai tidak terlalu baik ditanam Indonesia. Kalaupun bisa hasilnya tidak akan memenuhi kebutuhan baik secara kuantitas maupun kualitas. Maka, untuk mencukupi kebutuhan kedelai Indonesia harus mengimpor atau membelinya dari negara lain.


Prinsip Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage)
Indonesia kaya dengan aneka tanaman pertanian dan perkebunan. Di antaranya perkebunan tebu. Tebu merupakan bahan baku gula. Tapi mengapa produksi gula yang dihasilkan Indonesia tidak cukup memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri? Jika Anda perhatikan, pabrik-pabrik gula yang ada di Indonesia merupakan peninggalan penjajah. Akibatnya, teknologi produksi gula pun terbatas sehingga biaya produksi gula menjadi tinggi. Bahkan pemerintah menutup operasi pabrikpabrik tua yang sudah tidak efisien lagi. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri pemerintah mengimpor gula. Kebijakan pemerintah dalam mengimpor gula ini berdasarkan prinsip keunggulan komparatif.

Prinsip ini mengatakan bahwa setiap negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang dan jasa yang biayanya relatif lebih rendah (artinya lebih efisien dibanding negara lain). Sebaliknya, setiap negara akan mengimpor barang dan jasa yang biaya produksinya relatif lebih tinggi (artinya kurang efisien dibanding negara lain).


Adanya Komunikasi dan Sarana Transportasi
Perkembangan sarana telekomunikasi dan transportasi semakin memudahkan manusia untuk berkomunikasi dan memudahkan mobilitas arus barang dan jasa sehingga mendorong terjadinya perdagangan antarnegara. Karena itu; jarak geografis, batas teritorial negara, bukan lagi kendala untuk melakukan perdagangan internasional.

Umumnya, setiap negara melakukan perdagangan antarnegara atau perdagangan internasional karena faktor-faktor pendorong seperti yang telah disebutkan di atas. Namun, tahukah Anda, adakah teori mengenai perdagangan internasional? Siapakah yang mencetuskan teori tersebut? Pengetahuan Anda tentang perdagangan internasional tidak akan lengkap sebelum mempelajari subbab berikut ini.


Monday, April 11, 2016

HUKUM DAGANG INTERNASIONAL

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

Schmitthoff mendefinisikan hukum perdagangan internasional sebagai: “... the body of rules governing commercial relationship of a private law nature involving different nations”.
Dari definisi tersebut dapat tampak unsur-unsur berikut:
  1. Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata,
  2. Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara.


Pesatnya dinamika perkembangan perdagangan Internasional menyisakan sejumlah permasalahan sebagai implikasi dari kegiatan perdagangan Internasional itu sendiri. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat mengkristal menjadi hambatan yang dapat mendorong terjadinya degradasi hubungan yang harmonis dalam hubungan perdagangan internasional. Dalam hubungan perdagangan internasional antarnegara, komitmen dalam mewujudkan perdagangan yang jujur dan fair merupakan tuntutan sangat penting yang tidak boleh diabaikan. Masalah terbesar yang mudah diidentifikasi dan yang paling sering terjadi adalah justru terkait dengan pelanggaran prinsip kejujuran dan fair yang mengakibatkan terjadinya praktik dagang yang tidak sehat (unfair trade practices) dalam melaksanakan aktivitas perdagangn Internasional.
Salah satu diantara bentuk praktek tidak sehat dalam perdagangan Internasional adalah dumping dan penerima subsidi negara. Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan dumping dan subsidi negara? Apakah dumping akan menyebabkan kerugian? Bagaimana cara menanggulangi adanya kemungkinan praktek perdagangan tidak sehat seperti dumping? Dalam bab ini akan dijabarkan satu persatu mengenai dumping dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mendasar seputar dumping.
Dumping adalah suatu keadaan dimana barang-barang yang diekspor oleh suatu Negara ke Negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga jual di dalam negerinya sendiri atau nilai normal dari barang tersebut. Hal ini merupakan praktek curang yang dapat mengakibatkan distorsi dalam perdagangan Internasional.
Menurut Kamus Lengkap Perdagangan Internasional, dumping adalah penjualan suatu komoditi di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga di pasar domestiknya atau negara ketiga.
Sedangkan menurut Kamus Hukum Ekonomi, dumping adalah praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negarinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor.
Ketika terjadi praktek dumping, akibat yang kemudian muncul tidak selalu merugikan. Bahkan sering juga terjadi praktek dumping justru merugikan pelaku dumping itu sendiri. Karena harga jual yang terlalu murah tersebut tidak dapat menutupi biaya produksi. Sehingga, dalam kasus seperti ini yang diuntungkan adalah konsumen di Negara dimana praktek dumping itu terjadi. Jadi, yang berbahaya adalah praktek dumping yang menimbulkan kerugian, tepatnya kerugian materil atau material injury bagi produsen lokal. Dumping seperti inlah yang termasuk kedalam persaingan usaha tidak sehat. Pada dasarnya, terdapat dua bentuk dumping, yaitu:
[if !supportLists]1.     [endif]Dumping yang bersifat perampasan (predatory dumping)
Yaitu apabila perusahaan melakukan diskriminasi dan menguntungkan pembeli untuk sementara waktu dengan tujuan untuk menghilangkan saingan. Setelah mendapatkan pelanggan tetap dan menyingkirkan pesaing, maka harga akan dinaikkan kembali. Hal ini mirip dengan predatory pricing dalam mata kuliah Hukum Persaingan Usaha, yang mana tindakan seperti ini jelas merupakan persaingan usaha yang tidak sehat.
[if !supportLists]1.     [endif]Dumping yang dilakuakn terus-menerus (persistent dumping)
Biasanya bentuk dumping ini tidak dilakukan karena pada dasarnya hanya akan menguntungkan konsumen.
Praktik dumping merupakan praktik dagang yang tidak fair karena bagi negara pengimpor, praktik dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya, seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengangguran, dan bangkrutnya industri sejenis dalam negeri.
Oleh karena dapat merugikan bagi perekonomian Negara, maka dibuatlah seperangkat praturan anti dumping dan antisubsidi untuk melindungi produsen lokal dan tingkat perekonomian negara, aturan-aturan tersebut di Indonesia antara lain:
[if !supportLists]1.     [endif]Undang-Undang nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
[if !supportLists]2.     [endif]Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti dumping dan Bea Masuk Imbalan
Sedangkan instrumen perlindungan Internasional terhadap dumping antara lain dalam Pasal VI ayat 1 GATT 1947 yang memberikan kriteria umum bahwa dumping yang dilarang GATT adalah dumping adalah dumping yang dapat menimbulkan kerugian materil, baik terhadap industri yang sudah berdiri maupun telah menimbulkan hambatan pada pendirian industri domestik.
Menurut John H. Jackson, tidak semua dumping dapat merugikan Negara importir dan menguntungkan Negaranya, bahkan sebaliknya ada dumping yang dapat merugikan produsen sendiri serta menguntungkan konsumen sebab konsumen dapat membeli barang yang murah harganya. Jadi, menurut pasal VI GATT, hanya dumping yang dapat merugikan Negara lain yang dilarang. Dan kerugian itu harus dibuktikan secara objektif sebab tidak semua dumping dapat merugikan negara importir dan menguntungkan negaranya.
Jika suatu Negara terbukti telah menjual harga produknya di bawah harga normal dan menimbulkan kerugian materil, pasal VI ayat 2 GATT mengatur masalah
tentang margin dumping yang dapat diterapkan terhadap produk tersebut. Persetujuan atas implementasi article VI GATT dikenal sebagai Anti-Dumping Agreement (ADA) dimana menyediakan perluasan lebih lanjut atas prinsip-prinsip dasar dalam Article VI GATT itu sendiri, memerintahkan investigasi, ketentuan dan aplikasi bea anti dumping.
Dalam artikel VI GATT 1994 (pembaharuan GATT 1947), para anggota WTO dapat membebankan/mengenakan anti dumping measures jika setelah investigasi sesuai dengan persetujuan, suatu ketentuan dbuat, yaitu: (a) bahwa dumping sedang terjadi, (b) bahwa industri domestik memproduksi produk yang sama di negara pengimpor mendapatkan/memperoleh material injury dan (c) bahwa ada suatu hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara keduanya.
Pada penjabaran-penjabaran sebelumnya disebutkan bahwa praktek dumping menjadi tidak sehat ketika menimbulkan kerugian secara materil. Sebenarnya keadaan yang bagaimanakah yang dapat dikatakan mengalami kerugian materil? Dikatakan terjadi kerugian atau injury apabila faktor-faktor ekonomi dari perusahaan negara pengimpor mengalami kerugian secara materil. Misalnya, penurunan penjualan, keuntungan, pangsa pasar, produktivitas, return on investment, atau utilisasi kapasitas, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam negeri, margin dumping, pengaruh negatif pada cash flow, (arus kas), persediaan, tenaga kerja, upah, pertumbuhan, kemmapuan meningkatkan modal, atau investasi. Tidak kesemua gejala diatas harus dipenuhi kemudian dapat dikatakan sebagai kerugian materil. Satu atau beberapa saja sudah dapat menjadi petunjuk yang mengidentifikasikan adanya kerugian materil.
Hubungan kausalitas adalah hubungan sebab akibat. Penentuan hubungan kasalitas dalam perkara dumping ini sangat diperlukan. Karena, harus dibuktikan adanya hubungan antara kerugian materil yang diderita dengan kegiatan dumping oleh negara lain. Apakah kerugian materil tersebut memang disebabkan karena praktek dumping atau memang ada faktor lain sehingga terjadi kerugian materil tersebut, misalnya saja miss-management.
Hubungan sebab akibat antara dumping dan kerugian materil dapat diketahui dengan menganalisis volume impor dumping dan pengaruh imor dumping ada harga di pasar domestik untuk produk sejenis. Apabila volume impor dumping semakin meningkat, sedangkan pangsa pasar petisioner dan pangsa pasar imor lain semakin menurun, volume impor dumping secara langsung turut mempengaruhi berkurangnya pangsa pasar petisioner. Selain itu, jika harga impor dumping berada dibawah harga petisioner atau memotong harga petisioner, dan atau harga petisioner mempunyai kecendrungan menurun secara terus menerus selama periode tiga tahun karena tekanan harga impor dumping dan atau petisioner tidak dapat menjual harganya di atas biaya produksi, harga impor dumping secara langsung mempengaruhi harga petisioner.
Terhadap praktik dumping, WTO memperkenankan anggotanya untuk melakukan sanksi berupa pemberlakuan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap barang perusahaan yang terindikasi kuat telah terjadi dumping. Pasal 9 WTO AD Agreement mengatur mengenai pengenaan BMAD. Dalam pasal ini dijelaskan tentang tata cara penentuan besaran BMAD, diantaranya, badan yang berwenang menentukan besaran BMAD.
Di Indonesia, terdapat suatu komite yang menjadi wadah untuk masalah dumping ini. Nama komite tersebut adalah Komite Anti-Dumping Indonesia atau biasa disebut KADI, yaitu suatu lembaga yang bertugas menangani kegiatan penyelidikan Anti dumping dan Antisubsidi. Komite Anti-Dumping Indonesia dibentuk melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 136/MPP/Kep/6/1996 tanggal 4 Juni 1996, yang kemudian diubah dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 430/MPP/Kep/10/1999, dan selanjutnya disempurnakan lagi dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 427/MPP/Kep/10/2000. Dengan Keputusan ini disebutkan bahwa KADI bertugas menangani hal-hal yang berkaitan dengan upaya menanggulangi importasi
barang dumping dan barang mengandung subsidi yang dapat menimbulkan kerugian (injury) bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.
Komite tersebut bertugas :
1.  melakukan penyelidikan terhadap barang  dumping  dan barang mengandung subsidi
2.  mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi
3.  mengusulkan  pengenaan bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan
4.  melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan
5.  membuat laporan pelaksanaan tugas
Tahap pertama dari proses Anti Dumping adalah penyelidikan oleh Komite Anti Dumping yang dilaksanakan  oleh Tim Operasional Anti Dumping (TOAD) atas  barang impor yang diduga sebagai barang Dumping dan/atau barang mengandung subsidi yang menyebabkan kerugian. Bagi industri dalam negeri inisiatif untuk melakukan penyelidikan tersebut dapat dilakukan atas inisiatif dari komite sendiri atau karena permohonan industri dalam negeri. Untuk mencegah  terjadinya  kerugian   selama    melakukan penyelidikan, komite  dapat mengusulkan kepada Menperindag untuk melakukan tindakan sementara. Tindakan sementara adalah tindakan berupa pengenaan  Bea Masuk  Anti dumping  Sementara atau Bea Masuk Imbalan Sementara.
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
1.    Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
2.   Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
3.    Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
4.    Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
5.    Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
Untuk mengatur jalannya perdagangan internasional maka dibentuk hukum perdagangan internasional yang berupaya dapat menciptakan perdagangan yang teratur dan tertib. Hukum perdagangan internasional adalah bidang hukum yang berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini pun cukup luas. Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya. Dari bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli barang atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan, dan sejenisnya), hingga hubungan atau transaksi dagang yang kompleks.

Ada berbagai motif atau alasan mengapa negara atau subyek hukum (pelaku dalam perdagangan) melakukan transaksi dagang internasional. Yang menjadi fakta adalah bahwa perdagangan internasional sudah menjadi tulang punggung bagi negara untuk menjadi makmur, sejahtera dan kuat.


Pendekatan Hukum Perdagangan Internasional

Hukum ekonomi internasonal lebih banyak mengatur subyek hukum yang bersifat publik (policy), seperti misalnya hubungan-hubungan di bidang ekonomi yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional. Sedangkan hukum perdagangan internasional lebih menekankan kepada hubunganhubungan hukum yang dilakukan oleh badan-badan hukum privat.

Prinsip-prinsip Hukum Perdagangan Internasional

Prinsip-prinsip dasar (fundamental principles) yang dikenal dalam hukum perdagangan internasional diperkenalkan oleh sarjana hukum perdagangan internasional Profesor Aleksancer GoldÅ¡tajn. Beliau memperkenalkan 3 (tiga) prinsip dasar tersebut, yaitu (1) prinsip kebebasan para pihak dalam berkontrak (the principle of the freedom of contract); (2) prinsip pacta sunt servanda; dan (3) prinsip penggunaan arbitrase.

1.                  Prinsip Dasar Kebebasan Berkontrak adalah prinsip universal dalam hukum perdagangan internasional. Setiap sistem hukum pada bidang hukum dagang mengakui kebebasan para pihak ini untuk membuat kontrak-kontrak dagang (internasional).
2.                  Prinsip Dasar Pacta Sunt Servanda adalah prinsip yang mensyaratkan bahwa kesepakatan atau kontrak yang telah ditandatangani harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (dengan itikad baik). Prinsip ini pun sifatnya universal. Setiap sistem hukum di dunia menghormati prinsip ini.
3.                  Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
Arbitrase dalam perdagangan internasional adalah forum penyelesaian sengketa yang semakin umum digunakan.

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Pengertian Perdangangan Internasional 
Menurut Sumantoro perdagangan internasional adalah the exchange of goods and services between nations, as used, it generally refers to the total goods and services exchanges among all nations. Intinya mengandung perngertian pertukaran seluruh barang dan jasa antara semua negara/bangsa. Istilah perdagangan internasional adalah kegiatan pertukaran barang / jasa / dan modal, modal antar penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. 
Adapun pengertian umum dari perdagangan internasional adalah kegiatan – kegiatan perniagaan dari suatu negara asal yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan perpindahan barang, jasa dan modal tenaga kerja, teknologi (pabrik) dan merek dagang[1].
Prinsip Dasar Hukum Perdagangan Internasional
Adapun prinsip hukum perdagangan internasional yang diatur daalm GATT/WTO, meliputi: 
1)      Prinsip Non-Diksriminasi (Non-Discrimination Principle)
Prinsip ini meliputi : 
a.       Prinsip most favoured Nation
Semua negara anggota terikat untuk memberikan negara – negara yang lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta menyangkut biaya – biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat terhadap produk yang berasal atau yang ditujukan 
b.      Prinsip National Treatment 
2)      Prinsip Resiprositas
Prinsip yang mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik diantara sesama negara anggota WTO dalam kebijaksanaan perdagangan internasional. Artinya, apabila suatu negara dalam kebijaksanaan perdagangan internasionalnya menurunkan tarif masuk atas produk impor dari suatu negara, maka negara yang mengekspor produk tersebut wajib juga menurunkan tarif masuk untuk produk dari negara pertama tadi[2].
Prinsip ini diterapkan terutama dalam hal terjadinya pertukaran barang antara dua negara secara timbal balik, dan menghendaki adanya kebijaksanaan atau konsesi yang seimbang dan saling menguntungkan antara negara yang satu dengan yang lainnya dalam perdagangan internasional.
3)      Prinsip penghapusan hambatan kuantitatif (prohibition of quantitative rectriction)
Hambatan kuantitatif dalam GATT/WTO adalah hambatan perdagangan yang bukan merupakan tarif atau bea masuk. Termasuk dalam katagori hambatan ini adalah kuota dan pembatasan ekspor secara sukarela. Menyadari bahwa pembatasan kuota cenderung  tidak adil dan dalam prakteknya justru dikriminasi. Oleh karena itu, hukum perdagangan internasional melalui WTO, menetapkan menghendaki transparansi dan menghilangkan jenis hambatan kuantitatif[3].  Jadi, jika ingin melakukan proteksi perdagangan internasional, tidak boleh menggunakan kouta sebagai penghambat, melainkan hanya tarif yang hanya boleh diterapkan. 
4)      Prinsip perdagangan yang adil (fairness principles)
Dalam perdagangan internasional, prinsip fairness ini diarahkan untuk menghilangkan praktik – praktik persaingan curang, dalam kegiatan ekonomi yang disebut dengan praktik dumping[4] dan subsidi[5]dalam perdagangan internasional.  
Maka, apabila hal diatas terjadi negara pengimpor yang dirugikan mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi balasan. Sanksi balasan itu adalah berupa pengenaan bea masuk tambahan yang disebut dengan bea masuk dumping yang dijatuhkan terhadap produk – produk yang di ekspor secara dumping dan countervailing duties atau bea masuk untuk barang – barang yang terbukti telah diekspor dengan fasilitas subsidi.  
5)      Prinsip tarif mengikat (binding tarif principles)
Setiap negara anggota WTO harus memenuhi berapapun besarnya tarif yang telah disepakatinya atau disebut dengan tarif mengikat. Pembatasan perdagangan bebas dengan prinsip tarif yang masih ditoleransi, misalnya melakukan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui kenaikan tarif (bea masuk). Penerapan tarif impor mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut[6]:
-  tarif sebagai pajak, adalah tarif terhadap barang impor (pajak barang impor) yang merupakan pengutan oleh negara untuk dijadikan kas negara.  
-   tarif untuk melindungi industri domestik dari praktik dumping yang dilakukan oleh negara pengekspor. 
-  tarif untuk memberikan balasan terhadap negara pengekspor yang melakukan proteksi produk melalui praktik subsidi terhadap produk ekspor. 

2.3 Eksistensi dan Tujuan Hukum Perdagangan Internasional
Dibuktikan dengan adanya beberapa teori ekonomi pada awal perkembangannya yaitu abad XV dan XVI antara lain :
1.    Teori Merkantilisme :
Teori ini berkembang sebelum adanya teori klasik, teori modern, teori  keunggulan kompetitif. Teori merkantilisme berkembang terutama di negara – negara Eropa abad enam belas dan tujuh bela. Para penganjurnya adalah Sir Josih Child, Thomas Mun, Jean Bodin. Teori ini  menyatakan bahwa perdagangan internasional sebagai instrumen kebijakan nasional. Merkantilisme pada prinsipnya merupakan suatu paham yang menganggap bahwa penimbunan uang, atau logam mulia yang akan ditempa menjadi uang emas ataupun perak haruslah dijadikan tujuan utama kebijakan nasional. 
Kebijakan perdagangan menurut M.L. Jhingan, dalam bukunya The Economy of Development and Planing mengatakan, sebagai suatu kebijakan dapat menolang percepatan laju ekonomi adalah dengan cara[7] : 
-  memungkinkan negara terbelakang memperoleh bagian lebih besar dari manfaat perdagangan 
-    meningkatkan laju pembentukan modal 
-    meningkatkan industrialisasi 
-    menjaga keseimbangan neraca pembayaran 
2. Teori Klasik (Keunggulan Mutlak)
Teori klasik ini berkembang pada abad ke – 18, pelopor teori ini diantaranya Adam Smith. Pandangan ini berpendapat bahwa logam mulia tidak mungkin ditumpuk dengan surplus ekspor karena logam mulia akan mengalir dengan sendirinya melalui perdagangan internasional. Dalam teori ini, menginginkan tidak adanya campur tangan pemerintah dalam perdagangan bebas, karena perdagangan bebas akan membuat orang berkerja keras untuk kepentingan negaranya sendiridan sekaligus mendorong terciptanya spesilisasi[8]. Keunggulan ini berdasarkan spesialisasi produksi dan mengekspor barang. Jika negara yang mengimpor barang berarti tidak memiliki keunggulan mutlak. 
Contoh[9] : Negara Z dapat menghasilkan produk A 1000 unit dalam sehari, sedangkan Negara K hanya 800 unit dalam sehari, maka dapat dikatakan Negara Z mempunyai keunggulan mutlak dalam menghasilkan barang A. Dilihat dari jam kerja, Negara K dapat menyelesaikan 20 unit dalam 1 jam, sedangkan Negara Z hanya 15 unit dalam 1 jam, maka Negara K mempunyai keunggulan mutlak dalam produksi produk B. 
3. Teori Modern (Teori Keunggulan Komparatif)
Pada awal abad ke - 19, ricardo mencoba menyakinkan kawan – kawan senegaranya tentang manfaat dan keuntungan dari perdagangan internasional. para penganjur perdagangan internasional pada abad itu, yang bebas dihadapkan kepada suatu persoalan besar. Perdagangan terhambat oleh berbagai pajak dan larangan untuk mengekspor dan mengimpor[10]. Demikian pula halnya dengan argumentasi kaum merkantilis yang berkembang sebagai dalih dari adanya retriksi tersebut. Ricardo bukan orang pertama yang menentang keortodokankaum merkantilis. Ricardo mengungkapkan hukum keunggulan komparatif, yaitu bahwa setiap negara memiliki keunggulan komparatif dalam sesuatu dan memperoleh manfaat dengan memperdagangankannya untuk ditukar dengan barang yang lain[11].
Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa Perdagangan Internasional sebagai salah satu bagian dari keunggulan komparatif. Berbeda dengan teori keunggulan absolut yang mengutamakan keunggulan absolut dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walaupun satu negara tidak mempunyai keunggulan absolut, asalkan harga komparatif di kedua negara berbeda. Ricardo berpendapat sebaiknya semua negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana ia mempunyai keunggulan komparatif dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya. 
Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan jika salah satu negara tidak usah memiliki keunggulan absolut atas suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan yang lainnya relatif berbeda. 
Tujuan hukum perdagangan internasional sebenarnya tidak berbeda dengan tujuan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade, 1947) yang termuat dalam Preambule-nya. Tujuan tersebut adalah:
·       untuk mencapai perdagangan internasional yang stabil dan menghindari kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek perdagangan nasional yang merugikan negara lainnya. 
·       untuk meningkatkan volume perdaganan dunia dengan menciptakan perdagangan yang menarik dan menguntungkan bagi pembangunan ekonomi semua negara; 
·       meningkatkan standar hidup umat manusia; dan 
·       meningkatkan lapangan tenaga kerja.
Tujuan lainnya yang juga relevan adalah:
·       untuk mengembangkan sistem perdagangan multilateral, bukan sepihak suatu negara tertentu, yang akan mengimplementasikan kebijakan perdagangan terbuka dan adil yang bermanfaat bagi semua negara; dan 
·       meningkatkan pemanfaatan sumber-sumber kekayaan dunia dan meningkatkan produk dan transaksi jual beli barang.
4. Teori Keunggulan Kompetitif
Menurut M. Porter, dalam persaingan global saat ini suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu yaitu[12]:
Factor conditions adalah sumber daya (resources) yang dimiliki oleh suatu negara atas lima katagori : 
  1. Human resources (SDM)
  2. Physical resources (SDA)
  3. Knowledge resources (IPTEK) atau (SDT)
  4. Capital resources (Permodalan) atau (SDC)
  5. Infrastructure resources (Prasarana) atau (SDI)
Adapun yang dimaksud dengan demand condition tersebut terdiri atas :
  1. Composition Of Home Demand (Komposisi Kebutuhan Negara)
  2. Size And Pattern Of Growth Of Home Demand (Ukuran Dan Pola Pertumbuhan Kebutuhan Negara)
  3. Rapid Home Market Growth (Pertumbuhan Cepat Pasar Dalam Negeri)
  4. Trend Of Internasional Demand (Kecenderungan Pada Kebutuhan Internasional)
Untuk menjaga dan memelihara kelangsungan keunggulan daya saing, maka perlu selalu dijaga kontak dan koordinasi dengan pemasok (supplier), terutama dalam menjaga value chain. Strategi perusahaan, struktur organisasi modal perusahaan dan kondisi persaingan di dalam negeri merupakan faktor – faktor yang akan menentukan dan mempengaruhi competitive advantage perusahaan[13]Rivalry yang berat di dalam negeri biasanya justru akan lebih mendorong perusahaan untuk melakukan pengembangan produk dan teknologi, peningkatan produktivitas, efisien dan efektivitas serta peningkatan kualitas produk dan pelayanan.